Sukarno, Tentara, PKI- Segitiga kekuasaan sebelum prahara politik 1961-1965 (sebuah resensi buku)

Posted by Irfan Mubarok on April 10, 2020


Konflik Politik Segitiga Kekuasaan: Siapakah pemenangnya?





Judul Buku      : Sukarno, Tentara, PKI – Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik 1961-1965
Penulis             : H. Rosihan Anwar
Penerbit           : Yayasan Obor Indonesia
Cetakan           : Edisi Pertama 2006
Tebal Buku      : I – 396 halaman
Harga Buku     : Rp. 70.000,00
Peresensi         : Irfan Mubarok

Berbicara sejarah perjuangan bangsa Indonesia periode awal atau orde lama sangat menarik untuk dipelajari dan dikaji. Tidak dapat dipungkiri, bahwa zaman kepemimpinan presiden Sukarno tersebut banyak terjadi intrik kekuasaan yang diperankan oleh Sukarno, Tentara dan PKI. Ketiganya merupakan komponen penting yang memainkan dinamika kekuasaan politik Indonesia selama periode tersebut. Dalam perjalanan kedepanya, dinamika tersebut akan mengakibatkan meletusnya prahara politik kekuasaan yang sangat memilukan, hingga merubah bentuk arah politik Indonesia hingga sampai saat ini.
             Banyak buku yang mencoba menulis penulusuran sejarah periode 1960-an dengan berbagai argumen dan analisis yang disajikanya. Namun, buku karya H. Rosihan Anwar ini memiliki keunikan tersendiri dalam bentuk penyajianya. H. Rosihan Anwar lahir di Sumatra Barat, 10 Mei 1922. Ia pernah menduduki jabatan sebagi ketua dalam organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pusat pada tahun 1970-1973. Menulis lebih dari 30 buku dalam bidang jurnalistik, agama, sejarah, politik, serta banyak menulis makalah seminar dan konferensi.
            Membaca bait demi bait buku ini serasa pembaca akan dibawa dalam gejolak emosi dan suasana nyata peristiwa yang terjadi masa lalu. Hal tersebut dikarenakan buku berjudul Sukarno, Tentara, PKI – Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik 1961-1965 merupakan sebuah diary yang ditulis sangat teliti oleh H. Rosihan Anwar berdasarkan waktu terjadinya peristiwa, sehingga tidak diragukan lagi keotentikan informasi yang disampaikan. Buku ini pada mulanya berjudul “Sebelum Prahara: Pergolakan Politik Indonesia 1961-1965” yang sudah di edit ulang oleh beliau.
            Secara garis besar, buku ini dibagi kedalam 5 bagian/BAB utama yang disesuaikan dengan tahun-tahun terjadinya peristiwa antara tahun 1961 hingga 1965. Bagian I 1961 tentang menyerahnya pimpinan PRRI-Permesta. Bagian II 1962 tentang perjuangan pembebasan Irian Barat. Bagian III 1963 tentang konfrontasi dengan Malaysia. Bagian IV 1964 membahas memanasnya suhu politik dalam negeri. Bagian V 1965 merupakan tahun meletusnya Gerakan 30 September/Gestapu yang merupakan puncak dari ketegangan-ketegangan yang terjadi diantara ketiganya, hingga membawa Indonesia ke dalam bentuk pemerintahan yang monolistis.
            Banyak catatan sejarah penting yang saya temukan didalam buku ini berkaitan tentang permainan politik segitiga antara Sukarno, Tentara, dan PKI. Dalam hal ini Rosihan Anwar menuliskan “ Dikalangan masyarakat politik Jakarta sekarang ini banyak dibicarakan tentang pertentangan pendirian antara Presiden Sukarno dengan Tentara, yang berkisar pada dua hal yaitu: 1. Soal Irian Barat, 2. Soal PKI. Terhadap PKI pihak Tentara tetap bersikap waspada (hal. 51-52)”.
            Dalam catatan lain H. Rosihan Anwar juga menjelaskan bahwa “ TNI dan PKI menjalankan strategi dan taktik yang sama. Keduanya berusaha menghindarkan konflik dengan Sukarno sambil berusaha mempergunakan pengaruh dan kedudukan legal Presiden untuk memperkuat dirinya dan untuk melemahkan pihak lain, sambil memperkuat barisan sendiri menghadapi zaman post Sukarno (hal. 24)”. Disisi lain PKI juga berusaha untuk memperkuat kedudukanya sebagai partai yang legal dengan mengadakan kongres luar biasa. Rosihan Anwar menuliskan “Tanggal 26 April 1962 dimulai kongres Nasional ke-VII (luar biasa) PKI. Kongres memusatkan usaha penyesuaian Konstitusi dan Program PKI yang termaktub pada Pen. Pres. No.7 yang mengatur tentang kepartaian di Indonesia (hal 145)”.
            Dengan adanya hal tersebut, Tentara semakin tak berdaya dalam strateginya untuk melemahkan kedudukan PKI dalam kontestasi politik Indonesia. Dalam kesempatan yang sama, konsep Nasakom (Nasionalis – Agama – Komunis) yang didengungkan oleh Sukarno membuat Tentara bersikap lunak. Apabila mereka berani mempersoalkan PKI, maka mereka juga harus siap berhadapan dengan Sukarno. Tentunya hal tersebut tidak diinginkan oleh mereka. Bagi Sukarno sendiri, hal ini semakin memperkokoh kedudukanya sebagai penguasa tertinggi yang tak tergantikan, sambil ia mengendalikan alur politik yang ada dari pesaing utamanya, Tentara dan PKI.
            Menurut saya, hal menarik dari serangkaian rentetan peristiwa yang dijelaskan di awal-awal BAB buku ini akan tersaji pada bagian BAB V sebagai puncak terjadinya prahara politik akibat ketegangan yang dimainkan oleh Sukarno, Tentara, dan PKI. Sudah barang tentu, yang dimaksud dengan puncak prahara politik adalah meletusnya Gerakan 30 September/Gestapu. Dengan bahasa sederhana namun menarik, H. Rosihan Anwar memberi judul tulisanya “ Tembakan Di Waktu Malam – 1 Oktober 1965”. Beliau menuliskan “ Dahsyat kedengaranya. Satu rentetan tembakan membelah kesunyian malam sehingga membuat saya terbangun. Istri saya pun terbangun dan kami pergi ke jendela kamar tidur (hal. 375)”. Dalam tulisan selanjutnya, H. Rosihan Anwar menuliskan peristiwa Gestapu tersebut dengan penuh ketelitian dengan latar suasana yang akan membuat gejolak emosi para pembaca.
            Ada beberapa catatan penting yang coba saya berikan pada buku yang sangat fenomenal ini guna penyempurnaan kedepanya. Pertama, masih terdapat beberapa kesalahan penulisan huruf pada bacaan. Kedua, terlalu banyak sub BAB yang dituliskan didalam BAB utama seakan memberikan kesan membosankan bagi pembaca karena sebagian peristiwa yang ditulis tidak ada kaitan erat dengan pembahasan utama. Ketiga, banyak terdapat istilah-istilah asing yang masih sukar pembaca pahami.
            Terlepas dari itu semua, buku ini tetap layak disebut sebagai buku sejarah yang sangat fenomenal sekaligus buku induk utama bacaan dan rujukan buku-buku sejarah yang lain. Buku yang dikemas berangkat dari catatan diary seorang wartawan sekaligus penulis senior H. Rosihan Anwar ini akan membuat pembaca menyelami suasana sejarah masa lalu. Karena ketekunan, ketelitian, dan ketajaman analisis beliau mencatat setiap jengkal peristiwa yang terjadi masa lalu, membuat beliau dijuluki sebagai peramal ulung masa depan politik Indonesia. Setelah membaca buku ini Anda akan menemukan energi baru yang sangat berkesan dalam kehidupan Anda dalam memandang perjalanan politik Indonesia. Selamat membaca!!.
           




Nama Anda
New Johny WussUpdated: April 10, 2020

0 komentar:

Posting Komentar

CB